Friday, November 27, 2015
Soccerpedia
SEJARAH BERDIRINYA PERSEBAYA SURABAYA
PERSEBAYA SURABAYA
Nama Lengkap:
Persatuan Sepakbola Surabaya
Julukan:
Bajul Ijo (Buaya Hijau/ The Green Crocodile), Green Force
Berdiri: 18
Juni 1927
Stadion:
Gelora Bung Tomo, Surabaya, Indonesia (60.000
kapasitas)
Owner: Eddy Kusnadi
Sariatmadja
Coach: Ibnu Grahan
Kelompok Suporter:
Bonek, Yayasan Suporter Surabaya
Badan Hukum:
PT.Persebaya Indonesia
SEJARAH
Persatuan Sepak bola Surabaya (disingkat
Persebaya) adalah sebuah tim sepak bola Indonesia yang berbasis di Surabaya,
Jawa Timur, Indonesia. Persebaya berdiri pada 18 Juni 1927 oleh dua orang asli
Surabaya bernama Paijo dan M.Pamoedji.
Pada
masa awal berdiri, klub ini bukan bernama seperti yang kita kenal saat ini.
Persebaya awalnya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond atau
disingkat SIVB.
Selain
SIVB, di Surabaya ada klub sepakbola lain bernama Sorabaiasche Voetbal
Bond(SVB). Klub tersebut didirikan pada tahun 1910, jauh lebih tua dari SIVB
yang mana para pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, para klub-klub
mulai membangun sebuah organisasi dan asosiasi sepakbola bertaraf Nasional yang
mampu menjadi pengayom klub-klub pribumi serta untuk memupuk rasa persatuan dan
kesatuan.
Oleh
karena itu, Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond(SIVB) bersama dengan VIJ
Jakarta, BIVB Bandung (cikal-bakal Persib), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB
(PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Jogja) membentuk dan mendirikan Persatuan
Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Pertemuan tersebut diadakan di Societeit
Hadiprojo, Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut, SIVB diwakili oleh M.Pamoedji.
Setahun
setelah resmi berdiri, PSSI mulai membuat sebuah kompetisi sepakbola resmi di
Indonesia. Kompetisi tersebut adalah kompetisi tahunan antar kota/perserikatan
yang wajib diikuti oleh para anggota PSSI.
Inilah
cikal bakal kompetisi resmi atau Liga di Indonesia sampai saat ini.
Di
tahun pertamanya, kompetisi perserikatan mempertemukan dua klub raksasa dari
dua kota terbesar di Indonesia yakni SIVB (Surabaya) dan VIJ (Jakarta) di laga
Final Perserikatan tahun 1938. Namun sayang, SIVB kalah dari VIJ.
Pada tahun 1942, pada zaman invasi Jepang ke
Indonesia sekaligus menandakan kekalahan Belanda di Indonesia. Prestasi SIVB
terbilang mentereng dan kembali mencapai final, saat itu skuad SIVB didominasi
para pribumi dan sebagian kecil keturunan Tionghoa.
Namun
sayang, lagi-lagi di laga puncak SIVB dikalahkan oleh VVB (Solo).
Pada
tahun 1943, SIVB resmi berganti nama menjadi PERSIBAJA (Persatuan Sepakbola Indonesia Soerabaja) dan diketuai
oleh Dr.Soewandi.
Dari
pergantian nama inilah, prestasi Persibaja mulai moncer. Mulai dari meraih
gelar juara di tahun 1950, 1951 dan 1952. Kala itu Persibaja mulai diperhitungkan
dan menjadi salah satu klub besar yang cukup disegani lawan.
Pada tahun 1960, sejarah kembali mencatat
pergantian nama klub sepakbola asal Surabaya ini. Persibaja resmi berganti nama
menjadi PERSEBAYA (Persatuan
Sepakbola Surabaya).
Pada
era perserikatan, Persebaya berubah menjadi klub raksasa, kuat nan hebat. Tak
hanya itu prestasi demi prestasi ditorehkan oleh klub berjuluk Bajul Ijo ini.
Bersama PSMS Medan, PSM Makassar, Persib dan Persija, membentuk sebuah kwartet
klub unggulan di Perserikatan waktu itu.
Di
era Perserikatan, Persebaya berhasil dua kali menjuarai Liga yakni di tahun
1978 dan 1988 serta tujuh kali menjadi runner-up di tahun 1965, 1967, 1971,
1973, 1977, 1987 dan 1990.
Prestasi
tersebut terus dipertahankan sampai PSSI menyatukan klub Perserikatan dan
Galatama dalam satu wadah kompetisi bertajuk Ligina (Liga Indonesia) yang mulai
bergulir sejak 1994.
Pada tahun 1997, Persebaya meraih gelar
pertamanya di era Ligina waktu itu. Bahkan Persebaya adalah klub pertama dalam
sejarah yang mampu meraih gelar juara dua kali berturut-turut.
Hal
yang sama diulanginya di tahun 2005, Persebaya kembali meraih gelar juara dua
kali berturut-turut. Meski menyandang nama besar sebagai tim tradisional nan
klasik, Persebaya pernah menerima kenyataan pahitnya terdegradasi ke kasta
kedua Liga Indonesia. Itu terjadi pada tahun 2002.
Namun
hal itu tak berlangsung lama, karena Persebaya langsung membayar lunas
kesetiaan pendukung yang selalu mendukung di saat klub sedang terpuruk dengan
menjuarai Divisi I dan Divisi Utama kala itu.
PEMAIN-PEMAIN
TERKENAL PERSEBAYA
Persebaya
tak hanya dikenal sebagai klub besar yang disegani, tapi juga sebagai klub yang
rajin menyumbangkan pemain-pemain hebatnya untuk TimNas Indonesia dari lever
junior sampai level senior.
Beberapa
nama beken dari Persebaya yang selalu menjadi langganan timnas meliputi Rudy Keltjes, Didiek Nurhadi, Abdul Kadir,
Rusdy Bahalwan, Riono Asnan, Soebodro, Yusuf Ekodono, Syamsul
Arifin, Subangkit, Mustaqim, Bejo Sugiantoro, Anang Ma’ruf, Eri
Erianto, Hendro Kartiko, Uston Nawawi, Chairil Anwar, Aji Santoso, I Putu Gede, Yeyen Tumena, Rahel
Tuassalamony, dan Mursyid Effendi
merupakan bagian pemain timnas pada masanya serta didikan asli Persebaya. Tak
hanya pemain lokal, Persebaya juga memiliki beberapa pemain asing andalan
seperti Jacksen F.Thiago, Carlos de Mello, Anthony Jommah Ballah dan Danilo
Fernando.
Selain
itu juga ada nama Kurniawan Dwi Yulianto, Nova Arianto, Mat Halil, Kurnia
Sandi, Andik Vermansyah, M.Taufiq, Rendy Irawan, Danilo Fernando, Evan Dimas, dan masih
banyak lagi.
Namun dari sekian banyak pemain hebat
Persebaya, ada satu pemain yang masih cukup dikenang dalam benak pendukung
Persebaya. Dia adalah Eri Erianto, pemain timnas dan Persebaya era 90-an.
Saat
itu pertandingan Persebaya menghadapi PSIM Yogyakarta dalam lanjutan Divisi
Utama Liga Indonesia 1999-00, sebuah tragedi terjadi. Eri Erianto terjatuh tak
sadarkan diri di lapangan, ia akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Namun takdir
berkata lain, Eri menghembuskan nafas terakhirnya di malam hari pada tanggal 3
April 2000.
Sebagai
penghormatan atas jasa-jasa Eri untuk Persebaya, namanya diabadikan menjadi
nama sebuah Mess/Wisma bagi pemain-pemain Persebaya yang diresmikan pada
tanggal 25 April 1993.
KISAH
KONTROVERSIAL
Bukan Persebaya namanya jika tidak melakukan
hal-hal yang berbau kontroversi. Dalam beberapa kesempatan, Persebaya pernah
melakukan hal-hal yang menimbulkan kontroversi.
Salah
satunya adalah saat menjuarai Kompetisi Perserikatan di tahun 1988, Persebaya
diduga mempraktekkan pertandingan yang cukup terkenal dengan istilah “Sepakbola
Gajah” dengan mengalah atas Persipura dengan skor yang sangat mencolok 0-12.
Ini
dilakukan guna menyingkirkan kompetitor mereka yakni PSIS Semarang yang pada
tahun sebelumnya mengubur impian Persebaya menjuarai Final Kompetisi
Perserikatan. Taktik “busuk” ini membawa hasil dan Persebaya akhirnya berhasil
keluar sebagai juara perserikatan dengan mengalahkan PSMS 3-1 di final pada
tahun 1988.
Tak hanya sekali, di tahun 2002 Persebaya
kembali menjadi sorotan. Pada pertandingan lanjutan Liga Indonesia, Persebaya
melakukan aksi mogok bertanding saat menghadapi PKT Bontang. Akibat ulahnya
tersebut, Persebaya mendapat skors alias hukuman yakni pengurangan poin. Dari
kejadian tersebut jugalah yang menjadi penyebab terlemparnya Persebaya dari
Liga Indonesia.
Tiga tahun berselang yakni pada tahun 2005,
Persebaya kembali menggemparkan publik sepakbola Indonesia. Bukan dari segi
prestasi, melainkan dari segi kontroversi.
Persebaya
secara tiba-tiba mengundurkan diri dari babak delapan besar Liga Indonesia,
yang akhirnya memaksa panitia penyelenggara Liga memberinya hukuman larangan
mengikuti kompetisi selama 16 bulan.
Merasa
hukuman yang diberi terlalu berat, Persebaya mengajukan banding. Dan akhirnya skorsing
direvisi, Persebaya diharuskan turun kasta ke Divisi I Liga Indonesia.
PERPECAHAN
DI TUBUH PERSEBAYA
Beberapa tahun berlalu, banyak
kejadian-kejadian yang terjadi di dalam tubuh Persebaya. Mulai dari seretnya
prestasi dan akhirnya berujung pada perpecahan di klub sebesar Persebaya.
Ya,
pada tahun 2010 publik diguncangkan dengan kabar terpecahnya Persebaya
Surabaya. Kubu pertama adalah Persebaya di bawah manajemen Saleh Ismail Mukadar
yang mengikuti Liga Primer Indonesia(LPI) dengan nama PERSEBAYA 1927 dan kubu kedua dibawah naungan Wisnu Wardhana yang
tetap memakai nama PERSEBAYA dan
mengikuti PSSI dan Liga Indonesia (Divisi Utama). Dua kubu saling klaim sebagai
pemilik nama Persebaya yang sah di mata hukum.
Sebagai
pengelola konsorsium klub, PT. Persebaya Indonesia didapuk sebagai pengelola
yang sah dengan diketuai oleh Llano Mahardika. Meski begitu, hal ini tetap
menimbulkan polemik di kalangan suporter dan masyarakat Surabaya.
Pada tahun 2011, bola panas perseteruan dua
kubu tersebut masih berlanjut. Kali ini PSSI yang membuat konflik kian
meruncing, PSSI menyatakan kompetisi ISL dan Divisi Utama yang dikelola PT.LPIS
dan PT.Liga Indonesia adalah ilegal!
Dan menyatakan Liga Primer Indonesia sebagai Liga Nasional yang legal dan
resmi, dalam hal ini Persebaya 1927 adalah resmi karena bernaung di bawah
bendera LPI.
Meski
dinyatakan legal, Saleh Mukadar enggan mengganti nama Persebaya yang penuh
sejarah itu, ia tetap memakai nama Persebaya 1927. Sedangkan kubu Persebaya
versi Wisnu Wardhana juga tetap menggunakan nama Persebaya Surabaya dan tetap
mengikuti kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia.
Pada tahun 2012 menjadi tahun yang buruk bagi
kedua Persebaya tersebut. Bagaimana tidak, Persebaya 1927 gagal meraih juara
IPL yang pada saat itu dimenangkan oleh Semen Padang FC. Sedangkan Persebaya
Divisi Utama gagal promosi alias naik kasta ke ISL 2013.
Atas
alasan inilah, di akhir kompetisi Divisi Utama 2012 manajemen melakukan
evaluasi secara menyeluruh.
Seluruh
jajaran direksi klub Persebaya mengadakan rapat dengan hasil pergantian di kursi Ketua Umum Persebaya.
Dalam hal ini, tampuk kepemimpinan Persebaya berganti dari Wisnu Wardana ke
Diar Kusuma
Putra.
Sekaligus badan hukum yang selama ini memayungi Persebaya pun diganti menjadi
PT.Mitra Muda Inti Berlian (gabungan para pengusaha-pengusaha muda asli
Surabaya).
Pada tahun 2013, PSSI yang saat itu juga
terbelah menjadi dua kubu melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) pada tanggal 17
Maret 2013. Kedua kubu tersebut (Kubu KPSI versi La Nyalla Mattalitti dan kubu
PSSI versi Djohar Arifin) sepakat bersatu demi kelangsungan sepakbola
Indonesia. PSSI menyatakan LPI ilegal dan akhirnya memutuskan Persebaya Divisi
Utama sebagai anggota PSSI yang sah dan diakui keberadaannya. Dengan kata lain,
ini berimbas juga dengan Persebaya 1927 yang akhirnya dinyatakan ilegal dan
sebagai anggota tidak sah.
Hal
ini dipertegas dengan keputusan kongres PSSI pada tanggal 17 Mei 2013.
Seperti
mendapat angin segar, prestasi Persebaya pun ikutan moncer. Pada Divisi Utama
Liga Indonesia 2013, Persebaya Surabaya keluar sebagai juara liga dan berhak
promosi ke Indonesia Super League musim 2014.
Pada tahun 2014, Persebaya kembali ke habitat
aslinya yaitu liga kasta teratas Indonesia, Indonesia Super League (ISL).
Dengan amunisi yang terbilang “Dream Team” karena diisi pemain-pemain
berkelas Persebaya mengarungi kerasnya
ISL dengan cukup percaya diri.
Namun
deretan pemain mentereng tak menjamin prestasi bagi Persebaya, Persebaya
terseok-seok di papan tengah klasemen. Sulit bersaing dengan klub-klub yang
lebih matang dan sehat dalam hal manajemen dan keuangan seperti Persib,
Sriwijaya FC, Arema, Persipura dan klub-klub asal Kalimantan. Dan akhirnya bisa
ditebak, di akhir musim kompetisi Persebaya gagal menjuarai ISL 2014.
Tahun 2015 Persebaya mengapungkan asa
setinggi-tingginya, demi meraih hasil terbaik di ISL 2015. Namun sayang,
prahara menimpa sepakbola Indonesia.
Induk
sepakbola dunia, FIFA membekukan PSSI. Imbasnya klub-klub yang bernaung di
bawah bendera PSSI-pun ikut terkena dampak pembekuan tersebut. Liga dibekukan,
para pemain dan pelaku sepakbola Indonesia menjadi korbannya. Tak hanya klub
sepakbola, hal tersebut juga berdampak pada timnas Indonesia yang juga dilarang
melakukan aktifitas Internasionalnya yang berhubungan dengan FIFA. Dengan kata
lain, sepakbola Indonesia disegel dari persepakbolaan Internasional.
Saat
ini Persebaya sedang mengikuti turnamen nasional di luar agenda FIFA, yakni
Piala Jendral Sudirman dengan nama Surabaya United.
SUPORTER
Mendengar nama Bonek apa yang terlintas dalam
benak anda? Suporter militan dengan fanatisme yang luar biasa? Atau suporter
yang selalu ada dimanapun Persebaya bertanding Atau suporter yang identik
dengan kekerasan? Eittss....jangan berasumsi terlalu jauh dulu, bisa-bisa anda
di bully oleh fans Persebaya.
Istilah
BONEK adalah akronim dari bahasa jawa yang berarti Bondho Nekat (Modal Nekat). Nama ini pertama kali dimunculkan oleh
sebuah surat kabar Harian Pagi, JAWA POS pada tahun 1989.
Dalam
hal ini, menggambarkan suatu fenomena suporter Surabaya yang datang
berbondong-bondong dalam jumlah yang luar biasa besar meski dengan modal
seadanya alias modal cekak atau nekat. Dalam sejarahnya, BONEK adalah suporter
pertama di Indonesia yang memperkenalkan away
supporters layaknya pendukung klub di
Eropa.
Namun
dalam perkembangannya, kebiasaan ini juga kerap menimbulkan sisi negatif dari
Bonek. Mereka sering terganjal aksi kekerasan antar suporter lawan. Namun tidak
ada yang tahu asal-usul yang pasti terkait radikal dan anarkisnya Bonek.
Bonek
adalah pelopor “gerakan
tret-tet-tet” ke Senayan
Jakarta medio 1986-87 silam.
Waktu itu, Bonek pergi ke Senayan dengan
mengenakan baju kebesaran mereka berupa kaos warna
hijau dengan gambar atau logo Wong Mangap (orang berteriak penuh semangat dan
keberanian). Waktu itu, Jawa Pos membuat ribuan kaos dengan desain Wong Mangap, dan dijual dengan harga yang relatif murah yakni Cuma Rp.1000 per kaos.
Pendek kata, Senayan
dihijaukan oleh arek-arek Suroboyo. Mereka membentangkan spanduk raksasa
yang digantung di atas tribun timur dan barat. Luar biasa! Sayang, di final
Persebaya kalah 0-1 oleh PSIS Semarang. Namun, semuanya berjalan tertib, tidak
ada kerusuhan apa pun.
Itulah sebabnya
Pak Dahlan Iskan, waktu itu masih Pemimpin Redaksi Jawa Pos, mengundang para
tokoh sepak bola Surabaya untuk merumuskan solusi kebangkitan kembali
Persebaya. Bang Moh – sapaan akrab Mohammad Barmen, Pak Tiyanto Saputra dan
tokoh-tokoh lainnya sarasehan di ruang redaksi Jawa Pos, di lantai 2 Kantor
Jawa Pos di Jalan Kembang Jepun. Setelah itu Pak Dahlan pergi ke Inggris untuk
mengamati Premier League Inggris, termasuk perilaku para suporternya. Sepulang
dari Inggris itulah ide tret-tet-tet dengan kaos kebesaran dan slayer suporter
Green Force Persebaya muncul!
Logo Wong Mangap
kali pertama diciptakan oleh Mister Muhtar, desainer grafis Jawa Pos. Loga
pertama bercorak ekspresionis. Kemudian diubah pada musim kompetisi 1988/1989
dengan Wong Mangap bercorak naturalis seperti yang kita lihat sampai sekarang.
Dan, sejak itu pula julukan Bonek dilansir oleh redaktur olahraga Jawa Pos.
Istilah Bonek, seperti yang
kami singgung dalam tulisan sebelumnya, dimaksudkan untuk mewarisi karakter
pejuang nan pemberani dan pantang menyerah dari kakek moyang arek-arek Suroboyo
pada tahun 1945. Peristiwa heroik dan bersejarah yang melahirkan Hari Pahlawan
10 Nopember! Semangat berani karena benar, pantang menyerah, tali duk tali
layangan, awak situk ilang-ilangan itulah yang harus menitis dalam jiwa dan perilaku
Bonek sepanjang zaman!
Bahwa dalam
perjalanannya terjadi berbagai kerusuhan yang disebabkan oleh ulah Bonek,
sungguh hal ini sangat memprihatinkan bagi seluruh warga Surabaya. Karena itu,
sekarang bukalah lembaran sejarah baru: Bonek yang pro fair play, yang cinta
damai, anti anarkisme, dan pembela sejati Green Force Persebaya! Itu tadi
secuil flash back perjalanan sejarah Bonek. Kedua, kami melihat adanya
ketidakadilan dari perlakuan media massa terhadap Bonek.
Awal Permusuhan Bonek-Aremania
Semifinal Galatama tahun 1992 yang
mempertandingkan PS Arema Malang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari
Surabaya menghadirkan awalan baru sejarah konflik Aremania-Bonek.
Arek Malang (saat itu belum bernama Aremania) membuat
ulah di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema Malang dari Semen Padang.
Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuat panas Bonek
yang ada di Surabaya. Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan
menyerang rombongan Aremania pada akhir tahun 1993 saat akan melawat ke Gresik.
Semenjak itulah tidak ada kata damai dari
Bonek kepada Aremania, dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani
Bonek dengan kekerasan sekalipun.
Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania
dan Bonek membuat keduanya menandatangi nota kesepakatan bahwa masing-masing
kelompok suporter tidak akan hadir ke kandang lawan dalam laga yang
mempertemukan Arema dan Persebaya.
Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh
Kapolda Jatim bersama kedua pemimpinkelompok suporter tersebut ditandatangani di
Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun 1999. Semenjak tahun 1999, maka
kedua elemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yang mempertemukan kedua klub
kesayangan masing-masing.
Tetapi nota kesepakatan itu tidak mampu meredam
konflik keduanya. Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei 2001 menunjukkan
masih adanya permusuhan kedua kelompok suporter ini.
Kala itu pertandingan antara tuan rumah Gelora Putra
Delta (GPD) Sidoarjo melawan Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo dalam
lanjutan Liga Indonesia VII. Karena dekatnya jarak Surabaya-Sidoarjo membuat
sejumlah Bonek hadir dalam pertandingan tersebut. Menjelang pertandingan
dimulai, batu-batu berterbangan dari luar stadion menyerang tribun yang
diduduki oleh Aremania.
Kondisi ini membuat Arema meminta kepada panpel untuk
mengamankan wilayah luar stadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat
Aremania turun ke lapangan, sementara di
luar stadion justru terjadi gesekan antara Bonek dengan aparat.
Turunnya Aremania ke lapangan pertandingan membuat pertandingan
dibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonek membuat
Aremania membantu aparat dengan memberikan lemparan balasan ke arah Bonek. Aremania
pun harus dievakuasi keluar stadion dengan truk-truk dari kepolisian.
Kini, tumbuh lapisan baru arek-arek muda Bonek yang gencar melakukan
gerakan pencerahan. Mereka berjuang keras menegakkan kedamaian. Bahkan
arek-arek Bonek Jakarta dan Jogja kini sedang membuat sebuah Buku Sejarah Bonek. Fajar Junaedy dari Jogja juga membuat VCD Sejarah
Bonek. Dia telah mewawancarai pencipta logo Wong Mangap, yaitu Mister Muhtar
dan Budiono, termasuk kami sendiri dan beberapa saksi sejarah tret-tet-tet
1986/1987. Mereka adalah anak-anak muda intelek, kreatif, mempelajari berbagai
pengetahuan tentang sepak bola dengan rajin membuka situs. Mereka berdebat
dengan rasional dan dengan hati yang dingin. Semoga gerakan pencerahan
arek-arek Bonek ini menemukan puncak yang gemilang.
Hal ini ditandai dengan semakin ramah dan sportifnya arek-arek Bonek di
mana pun berada. Perlu diingat, soal kerusuhan suporter bukan hanya Bonek yang
melakukan. Berbagai fakta menjadi bukti. Kubu-kubu suporter lain pun melakukan
kerusuhan. Mungkin lebih tepat disebut oknum-oknum, bukan kubu suporter secara
keseluruhan. Bahkan suporter di negara yang maju dan menjadi nenek moyangnya
sepak bola pun, kerusuhan suporter masih saja ada. Semoga pejuangan lapisan
muda intelektual Bonek itu menuai hasil gemilang.
Dan semoga permusuhan antara Bonek dan
Aremania segera selesai, karena perdamaian itu indah. Amin.....
Demikian
sedikit cerita dan kisah perjalanan sebuah klub dengan nama besar sekelas
Persebaya. Semoga menambah wawasan tentang klub kesayangan anda. Ada kiranya
penulis meminta maaf jika ada kesalahan nama ataupun cerita karena keterbatasan
informasi yang dimiliki.
Terimakasih
telah berkunjung ke blog saya, Wassalam.....
Yuk Gabung Bersama Kami Hanya di RoyalQQ
ReplyDeleteMinimal Deposit Hanya Rp 15.000
RoyalQQ juga membagikan BONUS 0.5% TANPA SYARAT SETIAP HARINYA!
Yuk daftar sekarang juga, rasakan sensasi bermain bersama kami hanya di RoyalQQ
Link : https://goo.gl/dQPyud
great info guys, thanks for share about that. nice blog.
ReplyDeletePersebaya Surabaya
http://www.teampersebayasurabaya1927.blogspot.com
bolavita.pw kerja sama untuk pasaran bola asian games 2018
ReplyDeletemelihat skor bola asianbookie
membaca pasaran olahraga asianbookie bandar
http://agenpialadunia2018-blog.logdown.com/posts/7805161-pasaran-asianbookie-asian-games-2018-jakarta-palembang