Friday, July 22, 2016
Pengetahuan Umum
MENGENAL KOTA BUKHARA, KOTA ASAL IMAM BUKHARI (Part.1)
MENGENAL KOTA BUKHARA
KOTA ASAL IMAM BUKHARI
SALAH SATU IMAM BESAR UMAT ISLAM
(Part.1)
Mendengar
kata “Bukhara” apa yang ada di dalam benak kalian?? Atau mungkin sebagian dari
kalian belum pernah mendengarnya??. Okey,, saya maklumi. Mungkin sebagian dari
kalian saat ini lebih mengenal Dubai, New York, London and bla bla bla...
Bukhara adalah kota
kecil nan kuno di sebuah negara bernama Uzbekistan, negara pecahan Uni Soviet.
Di kota tersebut
terlahir seorang anak yang kelak menjadi salah satu tokoh besar Islam salah
satu Imam Besar dengan meriwayatkan Hadist-hadist shahih Rasulullah SAW. Beliau
adalah Imam Bukhari.
Sobat-sobat mungkin
ada yang pernah mendengar nama tersebut?? Mungkin sebagian dari kalian
mengernyitkan dahi pertanda tidak tahu atau bingung ketika mendengar nama Imam
Bukhari. Oke, akan saya jelaskan siapa beliau dalam ulasan di bawah ini.
Imam
Bukhari lahir di kota Bukhara, kota dengan peradaban yang maju pada zamannya,
kota sejarah peradaban Islam. Sebuah kota kuno yang terletak di Asia Tengah dan
termasuk dalam wilayah kedaulatan Republik Uzbekistan.
Bukhara juga dikenal
sebagai negeri-negeri dari seberang sungai, itu karena terdapat sungai panjang
yang mengaliri negeri-negeri Asia Tengah. Dari situlah orang-orang dari
beberapa negara memberinya julukan yang berbeda-beda, seperti orang Arab
menyebutnya Jeyhun. Pujangga Persia
menamainya Mulyan, sedangkan orang
Yunani menyebutnya Sungai Oxus.
Selain itu ada yang menyebutnya dengan Sungai
Amu, Panj, Amu Darya dan Vaksh.
Terlepas
dari hal di atas, Bukhara adalah kota kuno dengan sejarah peradaban panjang
dari Asia Tengah. Dimana di masa jayanya, kota ini menjadi salah satu pusat
perekonomian yang pesat. Bukhara juga menjadi salah satu tempat studi dan
belajar, pusat kebudayaan dan ilmu-ilmu agama.
Bukhara sendiri
memiliki luas 32% dari luas keseluruhan wilayah Republik Uzbekistan dengan
kepadatan penduduknya yang mewakili negara tersebut sebesar 8,2%.
SEJARAH PEMBANGUNAN KOTA BUKHARA
Banyak
versi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tentang siapa yang pertama
kali membangun kota Bukhara. Namun yang paling dikenal adalah salah seorang
pemimpin dari Persia bernama Siyâvaš, putra Raja Kaykaus.
Siyâvaš kabur dari
kerajaannya karena sang Ayah murka kepadanya, kurang diketahui alasan ayahnya
murka terhadap Siyâvaš. Kemudian dalam pelariannya, ia menemui Raja dari
Kerajaan At-Turk, yakni Afrasiab. Sang Raja memberinya kemuliaan, serta
menikahkan putrinya dengan Siyâvaš.
Kemudian Raja Afrasiab
memberinya wilayah kekuasaan, dan wilayah tersebut adalah BUKHARA. Siyâvaš-pun
mulai membangun Bukhara. Di tangan Siyâvaš, Bukhara menjadi wilayah yang kuat.
Oleh karena itulah,, Siyâvaš kemudian berbalik menyerang kerajaan At-Turk dan
membunuh Afrasiab.
Dalam
perkembangannya, Bukhara menjadi salah satu kota penting di wilayah Khurasan.
Salah satu penulis Tarikh Bukhara yakni An-Narsyakhi mengatakan, “Daerah Bukhara
adalah wilayah padang belantara yang banyak dihuni hewan buas. Dilewati oleh
Sungai Zeravshan. Gunung-gunungnya tinggi dengan puncak putih bersalju.
Orang-orang datang ke daerah tersebut karena segar dan bersihnya udaranya. Para
penduduknya dipimpin oleh seorang tetua”.
Pada abad ke-5M,
orang-orang dari China menyebut wilayah ini dengan nama Nome. Ada pula yang
menyebutnya Bakhr, diambil dari nama Bukhara dan padanan kata dalam bahasa
Sansekerta yaitu Vihara (tempat ibadah).
Ini merujuk dari awal
sebelum masuknya Islam bahwa Bukhara adalah sebuah wilayah yang dulunya menjadi
tempat peribadatan umat Buddha.
Literatur-literatur
berbahasa Arab menyebutkan bahwa penduduk asli Bukhara adalah Bakhãr Khudat
(Arab: ةاﺪﺧ رﺎﺨﺑ) atau Bukhãra Khudãh (Arab: هاﺪﺧ ارﺎﺨﺑ). Persitiwa-peristiwa penting di
kota ini baru terjadi setelah masuk ke dalam wilayah Islam.
FASE MASUKNYA ISLAM
Jauh
sebelum Islam masuk ke Bukhara, penduduk di sana adalah orang-orang penganut
Paganis atau penyembah berhala yang bernama Makh. Mereka beribadah dengan
menyembah Makh(berhala), setiap setahun sekali penduduk Bukhara memberi
sesembahan kepada berhala tersebut.
Dalam berjalannya waktu,
akhirnya Islam masuk ke Bukhara serta merubah kepercayaan penduduk dan mulai
meninggalkan penyembahan berhala. Dalam sejarahnya, Islam pertama kali masuk ke
Bukhara di bawa oleh Ubaidullah bin Ziyad. Beliau adalah Gubernur Daulah
Umayyah di masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk wilayah Khurasan.
Saat itu usia
Ubaidullah bin Ziyad masih belia yakni baru berusia 25 tahun, di usianya yang
masih muda beliau telah diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah wilayah
bernama Khurasan. Penunjukan Ubaidullah bukanlah sebuah kebetulan, karena di
usianya yang baru 24 tahun saja, ia telah mampu mencapai dan menyebrangi Sungai
Jeyhun.
Diwaktu
yang sama, pada masa itu kota Bukhara dipimpin oleh seorang janda bernama
Khatun yang mereka (penduduk Bukhara) agungkan. Khatun adalah sebutan dalam
bahasa Turk yang berarti Sayyidah dalam bahasa Arab.
Pada suatu hari,
terjadilah pertempuran antara Khatun dan Kaum Muslimin pimpinan Ubaidullah bin
Ziyad. Akhirnya Khatun berhasil ditaklukkan, karena mengalami kekalahan Khatun
meminta sebuah perjanjian damai dan jaminan keamanan. Ubaidullah mengabulkan
permintaan Khatun dan menerima uang 1 juta Dirham dari perjanjian damai
tersebut. Kemudian Ubaidullah bin Ziyad kembali ke Bashrah.
Muawiyah mengangkat
Said bin Utsman bin Affan sebagai wali daerah Khurasan. Kemudian ia memasuki
wilayah Samarkand, dan Khatun menolongnya untuk menghadapi penduduk Bukhara
(Mu’jam al-Buldan oleh Yaqut al-Hamawi: Dar ash-Shadr Cet.II. Hal.354-355).
FASE PEMBEBASAN BUKHARA OLEH QUTAIBAH BIN MUSLIM
Islam
di Bukhara mulai tersebar dan kokoh, itu berkat kebijakan pemimpin Arab pertama
yang membangun Bukhara secara berkelanjutan yakni Khalifah al-Walid bin Abdul
Malik al-Umawi.
Dan jangan lupakan
juga jasa Gubernur untuk wilayah Iraq yakni Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi,
berkat usahanya yang memerintahkan Qutaibah bin Muslim al-Bahili di Khurasan
yang membuka wilayah negeri di seberang sungai.
Pada
saat itu Qutaibah berhasil membebaskan Bukhara yang dikuasai oleh Wardan Khudãh
pada tahun 90 Hijriyah. Meski Wardan bersekutu dengan orang-orang Turk,
Qutaibah tetap berhasil mengalahkan Wardan Khudãh.
Selanjutnya Qutaibah
berhasil menaklukkan penguasa-penguasa Bukhara lainnya, namun daerah seberang
sungai adalah daerah yang sulit dikuasai secara penuh oleh Qutaibah. Pada
awalnya, penduduk daerah seberang sungai adalah pemeluk Islam. Namun mereka
menjadi Murtad dan melakukan kerusuhan serta pemberontakan. Dengan sedikit trik
dan sebuah pengalaman dari sebelumnya, Qutaibah berhasil menguasai Bukhara
dengan menempatkan orang-orang Arab di setiap sendi kehidupan masyarkat Bukhara
dengan cara membaur dan menyatu dengan masyarakat di sana. Cara pendekatan
tersebut terbukti berhasil, dan penduduk Bukhara kembali menjadi pemeluk islam
yang taat serta membuat Islam di Bukhara menjadi kokoh. Keadaan di Bukhara
berangsur stabil dan membaik, dengan begitu pembangunan di Bukhara dapat
berjalan dengan semestinya.
Dengan
keadaan yang stabil dan membaik, Qutaibah mulai membangun istana dan membangun
sebuah Masjid Jami’ di dalam benteng Bukhara. Mesjid tersebut menggantikan
berhala-berhala yang sempat menjadi objek sesembahan masyarakat di sana. Dalam
perkembangannya, masyarakat Bukhara semakin banyak yang menerima Islam dan di
saat yang sama Masjid-masjid pun mulai banyak dibangun.
Hingga pada masa Harun
al-Rasyid, masjid-masjid mulai dibangun di daerah perbatasan. Kota Bukhara kian
berkembang menjadi kota yang bergerak di bidang perdagangan dan industri.
Kehidupan penduduknya kian makmur, dan pendapatan daerahnya kian meningkat.
Dan dari kota inilah
tokoh besar Islam bernama Imam
al-Bukhari dilahirkan, beliau lahir di Bukhara pada tanggal 13 Syawal 194
H.
FASE BUKHARA DI MASA PEMERINTAHAN DAULAH SAMANIYAH
Sebelum
diperintah Daulah Samaniyah, Bukhara berada di bawah pemerintahan Khurasan
hingga tahun 279H/892M. Saat itu Bukhara masuk di dalam wilayah Samarkand di
bawah pimpinan Nashr bin Ahmad as-Samani. Ismail bin Ahmad as-Samani adik dari
Nashr bin Ahmad as-Samani diminta oleh para warga dan ulama Bukhara untuk
memimpin dan membangun kota Bukhara.
Pada
saat sang kakak (Nashr) wafat, Ismail-lah yang menggantikan sang kakak
memerintah negeri-negeri seberang sungai tersebut dengan Bukhara menjadi pusat
pemerintahan Daulah Samaniyah. Bukhara dijadikan sebagai pusat pendidikan dan
industri.
Ats-Tsa’alabi memuji
perkembangan pesat kota Bukhara, ia mengatakan “Bukhara di masa Daulah
Samaniyah adalah tempat yang terhormat dan tumpuan raja. Ia juga tempat
tokoh-tokoh di zamannya, tempat lahirnya bintang-bintang sastrawan dunia. Dan
masa-masa yang penuh keutamaan”.
FASE BUKHARA DI MASA PENJAJAHAN BANGSA MONGOL
Pada
tahun 389 H/999 M, Daulah Samaniyah runtuh. Bukhara mulai kehilangan peranan
pentingnya dalam politik. Dalam masa kemundurannya, Bukhara masih memagang
peranan penting sebagai pusat kajian Islam. Pada tahun 604 H/1207 M, Bukhara
dipimpin oleh Alauddin Muhammad bin Taksy Khawarizm Syah. Ia membangun kembali
dan menata kembali kota tersebut.
Dalam
perjalanannya dibawah kepemimpinan Alauddin Muhammad, Bukhara mengalami masa
pasang surut. Sampai suatu ketika musibah besar mendatangi Bukhara dan Dunia
islam. Tepat pada tanggal 4 Dzulhijjah 616 H, Bukhara diserang oleh Pasukan
Tartar di bawah pimpinan Jengis Khan dan menguasai wilayah tersebut.
Dalam sekejap Bukhara
jatuh, kota yang sebelumnya menjadi pusat kajian ilmu tersebut berubah menjadi
hancur dan kacau balau. Semua dijarah dan dibakar tak tersisa kecuali Masjid
Jami’ dan sebagian Istana. Namun ketika Ogedei Khan memerintah Mongol
menggantikan ayahnya, Jengis Khan, Bukhara kembali dibangun dan pulih seperti
sedia kala.
Pada
tahun 636 H, penduduk Bukhara mulai melakukan perlawanan terhadap pemerintah
Mongol. Namun usaha tersebut berhasil di gagalkan oleh Pasukan Mongol. Kemudian
pada tahun 671 H/1273 M, Bukhara kembali dilanda bencana. Pasukan Mongol
pimpinan Abaqa Khan –penguasa Mongol di wilayah Persia- menguasai Bukhara.
Mereka merusak,
menjarah, membakar dan mengusir para penduduk Bukhara. Namun pada tahun 761
H/1359 M bangsa Mongol kembali menyerang Bukhara dan melakukan pengrusakan
untuk kedua kalinya. Dan pada masa Dinasti Mongol Timuriyah, Bukhara tidak lagi
memegang peranan penting sebagai pusat kajian Islam di wilayah seberang sungai.
Itulah beberapa fase
Bukhara di masa lampau, negeri seberang sungai dengan peradaban tinggi sebagai
pusat kajian ilmu agama, perdagangan, industri serta melahirkan tokoh-tokoh
intelektual Islam. Negeri bekas jajahan Uni Soviet dengan nama negerinya
berciri khas berakhiran “stan” kini menjadi wilayah yang miskin dan
peradabannya hanyalah tinggal cerita dan sebuah sejarah yang menjadi sebuah
kenangan.
Nahhh, selanjutnya
insya Allah saya akan membahas Bukhara (part-2) di era-era berikutnya atau
Bukhara modern. Terus ikuti tulisan saya. Wassalam......
sangat menambah wawasan kak infonya
ReplyDeleteharga excavator baru 2019