Info

MENGENAL KOTA BUKHARA, KOTA ASAL IMAM BUKHARI (Part.1)

MENGENAL KOTA BUKHARA
KOTA ASAL IMAM BUKHARI
SALAH SATU IMAM BESAR UMAT ISLAM
(Part.1)



Mendengar kata “Bukhara” apa yang ada di dalam benak kalian?? Atau mungkin sebagian dari kalian belum pernah mendengarnya??. Okey,, saya maklumi. Mungkin sebagian dari kalian saat ini lebih mengenal Dubai, New York, London and bla bla bla...
Bukhara adalah kota kecil nan kuno di sebuah negara bernama Uzbekistan, negara pecahan Uni Soviet.
Di kota tersebut terlahir seorang anak yang kelak menjadi salah satu tokoh besar Islam salah satu Imam Besar dengan meriwayatkan Hadist-hadist shahih Rasulullah SAW. Beliau adalah Imam Bukhari.
Sobat-sobat mungkin ada yang pernah mendengar nama tersebut?? Mungkin sebagian dari kalian mengernyitkan dahi pertanda tidak tahu atau bingung ketika mendengar nama Imam Bukhari. Oke, akan saya jelaskan siapa beliau dalam ulasan di bawah ini.
Imam Bukhari lahir di kota Bukhara, kota dengan peradaban yang maju pada zamannya, kota sejarah peradaban Islam. Sebuah kota kuno yang terletak di Asia Tengah dan termasuk dalam wilayah kedaulatan Republik Uzbekistan.
Bukhara juga dikenal sebagai negeri-negeri dari seberang sungai, itu karena terdapat sungai panjang yang mengaliri negeri-negeri Asia Tengah. Dari situlah orang-orang dari beberapa negara memberinya julukan yang berbeda-beda, seperti orang Arab menyebutnya Jeyhun. Pujangga Persia menamainya Mulyan, sedangkan orang Yunani menyebutnya Sungai Oxus. Selain itu ada yang menyebutnya dengan Sungai Amu, Panj, Amu Darya dan Vaksh.
Terlepas dari hal di atas, Bukhara adalah kota kuno dengan sejarah peradaban panjang dari Asia Tengah. Dimana di masa jayanya, kota ini menjadi salah satu pusat perekonomian yang pesat. Bukhara juga menjadi salah satu tempat studi dan belajar, pusat kebudayaan dan ilmu-ilmu agama.
Bukhara sendiri memiliki luas 32% dari luas keseluruhan wilayah Republik Uzbekistan dengan kepadatan penduduknya yang mewakili negara tersebut sebesar 8,2%.


SEJARAH PEMBANGUNAN KOTA BUKHARA



Banyak versi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tentang siapa yang pertama kali membangun kota Bukhara. Namun yang paling dikenal adalah salah seorang pemimpin dari Persia bernama Siyâvaš, putra Raja Kaykaus.
Siyâvaš kabur dari kerajaannya karena sang Ayah murka kepadanya, kurang diketahui alasan ayahnya murka terhadap Siyâvaš. Kemudian dalam pelariannya, ia menemui Raja dari Kerajaan At-Turk, yakni Afrasiab. Sang Raja memberinya kemuliaan, serta menikahkan putrinya dengan Siyâvaš.
Kemudian Raja Afrasiab memberinya wilayah kekuasaan, dan wilayah tersebut adalah BUKHARA. Siyâvaš-pun mulai membangun Bukhara. Di tangan Siyâvaš, Bukhara menjadi wilayah yang kuat. Oleh karena itulah,, Siyâvaš kemudian berbalik menyerang kerajaan At-Turk dan membunuh Afrasiab.
Dalam perkembangannya, Bukhara menjadi salah satu kota penting di wilayah Khurasan. Salah satu penulis Tarikh Bukhara yakni An-Narsyakhi mengatakan, “Daerah Bukhara adalah wilayah padang belantara yang banyak dihuni hewan buas. Dilewati oleh Sungai Zeravshan. Gunung-gunungnya tinggi dengan puncak putih bersalju. Orang-orang datang ke daerah tersebut karena segar dan bersihnya udaranya. Para penduduknya dipimpin oleh seorang tetua”.
Pada abad ke-5M, orang-orang dari China menyebut wilayah ini dengan nama Nome. Ada pula yang menyebutnya Bakhr, diambil dari nama Bukhara dan padanan kata dalam bahasa Sansekerta yaitu Vihara (tempat ibadah).
Ini merujuk dari awal sebelum masuknya Islam bahwa Bukhara adalah sebuah wilayah yang dulunya menjadi tempat peribadatan umat Buddha.
Literatur-literatur berbahasa Arab menyebutkan bahwa penduduk asli Bukhara adalah Bakhãr Khudat (Arab: ةاﺪﺧ رﺎﺨﺑ) atau Bukhãra Khudãh (Arab: هاﺪﺧ ارﺎﺨﺑ). Persitiwa-peristiwa penting di kota ini baru terjadi setelah masuk ke dalam wilayah Islam.


FASE MASUKNYA ISLAM
Jauh sebelum Islam masuk ke Bukhara, penduduk di sana adalah orang-orang penganut Paganis atau penyembah berhala yang bernama Makh. Mereka beribadah dengan menyembah Makh(berhala), setiap setahun sekali penduduk Bukhara memberi sesembahan kepada berhala tersebut.
Dalam berjalannya waktu, akhirnya Islam masuk ke Bukhara serta merubah kepercayaan penduduk dan mulai meninggalkan penyembahan berhala. Dalam sejarahnya, Islam pertama kali masuk ke Bukhara di bawa oleh Ubaidullah bin Ziyad. Beliau adalah Gubernur Daulah Umayyah di masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk wilayah Khurasan.
Saat itu usia Ubaidullah bin Ziyad masih belia yakni baru berusia 25 tahun, di usianya yang masih muda beliau telah diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah wilayah bernama Khurasan. Penunjukan Ubaidullah bukanlah sebuah kebetulan, karena di usianya yang baru 24 tahun saja, ia telah mampu mencapai dan menyebrangi Sungai Jeyhun.
Diwaktu yang sama, pada masa itu kota Bukhara dipimpin oleh seorang janda bernama Khatun yang mereka (penduduk Bukhara) agungkan. Khatun adalah sebutan dalam bahasa Turk yang berarti Sayyidah dalam bahasa Arab.
Pada suatu hari, terjadilah pertempuran antara Khatun dan Kaum Muslimin pimpinan Ubaidullah bin Ziyad. Akhirnya Khatun berhasil ditaklukkan, karena mengalami kekalahan Khatun meminta sebuah perjanjian damai dan jaminan keamanan. Ubaidullah mengabulkan permintaan Khatun dan menerima uang 1 juta Dirham dari perjanjian damai tersebut. Kemudian Ubaidullah bin Ziyad kembali ke Bashrah.
Muawiyah mengangkat Said bin Utsman bin Affan sebagai wali daerah Khurasan. Kemudian ia memasuki wilayah Samarkand, dan Khatun menolongnya untuk menghadapi penduduk Bukhara (Mu’jam al-Buldan oleh Yaqut al-Hamawi: Dar ash-Shadr Cet.II. Hal.354-355).




FASE PEMBEBASAN BUKHARA OLEH QUTAIBAH BIN MUSLIM
Islam di Bukhara mulai tersebar dan kokoh, itu berkat kebijakan pemimpin Arab pertama yang membangun Bukhara secara berkelanjutan yakni Khalifah al-Walid bin Abdul Malik al-Umawi.
Dan jangan lupakan juga jasa Gubernur untuk wilayah Iraq yakni Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, berkat usahanya yang memerintahkan Qutaibah bin Muslim al-Bahili di Khurasan yang membuka wilayah negeri di seberang sungai.
Pada saat itu Qutaibah berhasil membebaskan Bukhara yang dikuasai oleh Wardan Khudãh pada tahun 90 Hijriyah. Meski Wardan bersekutu dengan orang-orang Turk, Qutaibah tetap berhasil mengalahkan Wardan Khudãh.
Selanjutnya Qutaibah berhasil menaklukkan penguasa-penguasa Bukhara lainnya, namun daerah seberang sungai adalah daerah yang sulit dikuasai secara penuh oleh Qutaibah. Pada awalnya, penduduk daerah seberang sungai adalah pemeluk Islam. Namun mereka menjadi Murtad dan melakukan kerusuhan serta pemberontakan. Dengan sedikit trik dan sebuah pengalaman dari sebelumnya, Qutaibah berhasil menguasai Bukhara dengan menempatkan orang-orang Arab di setiap sendi kehidupan masyarkat Bukhara dengan cara membaur dan menyatu dengan masyarakat di sana. Cara pendekatan tersebut terbukti berhasil, dan penduduk Bukhara kembali menjadi pemeluk islam yang taat serta membuat Islam di Bukhara menjadi kokoh. Keadaan di Bukhara berangsur stabil dan membaik, dengan begitu pembangunan di Bukhara dapat berjalan dengan semestinya.
Dengan keadaan yang stabil dan membaik, Qutaibah mulai membangun istana dan membangun sebuah Masjid Jami’ di dalam benteng Bukhara. Mesjid tersebut menggantikan berhala-berhala yang sempat menjadi objek sesembahan masyarakat di sana. Dalam perkembangannya, masyarakat Bukhara semakin banyak yang menerima Islam dan di saat yang sama Masjid-masjid pun mulai banyak dibangun.
Hingga pada masa Harun al-Rasyid, masjid-masjid mulai dibangun di daerah perbatasan. Kota Bukhara kian berkembang menjadi kota yang bergerak di bidang perdagangan dan industri. Kehidupan penduduknya kian makmur, dan pendapatan daerahnya kian meningkat.
Dan dari kota inilah tokoh besar Islam bernama Imam al-Bukhari dilahirkan, beliau lahir di Bukhara pada tanggal 13 Syawal 194 H.


FASE BUKHARA DI MASA PEMERINTAHAN DAULAH SAMANIYAH
Sebelum diperintah Daulah Samaniyah, Bukhara berada di bawah pemerintahan Khurasan hingga tahun 279H/892M. Saat itu Bukhara masuk di dalam wilayah Samarkand di bawah pimpinan Nashr bin Ahmad as-Samani. Ismail bin Ahmad as-Samani adik dari Nashr bin Ahmad as-Samani diminta oleh para warga dan ulama Bukhara untuk memimpin dan membangun kota Bukhara.
Pada saat sang kakak (Nashr) wafat, Ismail-lah yang menggantikan sang kakak memerintah negeri-negeri seberang sungai tersebut dengan Bukhara menjadi pusat pemerintahan Daulah Samaniyah. Bukhara dijadikan sebagai pusat pendidikan dan industri.
Ats-Tsa’alabi memuji perkembangan pesat kota Bukhara, ia mengatakan “Bukhara di masa Daulah Samaniyah adalah tempat yang terhormat dan tumpuan raja. Ia juga tempat tokoh-tokoh di zamannya, tempat lahirnya bintang-bintang sastrawan dunia. Dan masa-masa yang penuh keutamaan”.


FASE BUKHARA DI MASA PENJAJAHAN BANGSA MONGOL
Pada tahun 389 H/999 M, Daulah Samaniyah runtuh. Bukhara mulai kehilangan peranan pentingnya dalam politik. Dalam masa kemundurannya, Bukhara masih memagang peranan penting sebagai pusat kajian Islam. Pada tahun 604 H/1207 M, Bukhara dipimpin oleh Alauddin Muhammad bin Taksy Khawarizm Syah. Ia membangun kembali dan menata kembali kota tersebut.
Dalam perjalanannya dibawah kepemimpinan Alauddin Muhammad, Bukhara mengalami masa pasang surut. Sampai suatu ketika musibah besar mendatangi Bukhara dan Dunia islam. Tepat pada tanggal 4 Dzulhijjah 616 H, Bukhara diserang oleh Pasukan Tartar di bawah pimpinan Jengis Khan dan menguasai wilayah tersebut.
Dalam sekejap Bukhara jatuh, kota yang sebelumnya menjadi pusat kajian ilmu tersebut berubah menjadi hancur dan kacau balau. Semua dijarah dan dibakar tak tersisa kecuali Masjid Jami’ dan sebagian Istana. Namun ketika Ogedei Khan memerintah Mongol menggantikan ayahnya, Jengis Khan, Bukhara kembali dibangun dan pulih seperti sedia kala.
Pada tahun 636 H, penduduk Bukhara mulai melakukan perlawanan terhadap pemerintah Mongol. Namun usaha tersebut berhasil di gagalkan oleh Pasukan Mongol. Kemudian pada tahun 671 H/1273 M, Bukhara kembali dilanda bencana. Pasukan Mongol pimpinan Abaqa Khan –penguasa Mongol di wilayah Persia- menguasai Bukhara.
Mereka merusak, menjarah, membakar dan mengusir para penduduk Bukhara. Namun pada tahun 761 H/1359 M bangsa Mongol kembali menyerang Bukhara dan melakukan pengrusakan untuk kedua kalinya. Dan pada masa Dinasti Mongol Timuriyah, Bukhara tidak lagi memegang peranan penting sebagai pusat kajian Islam di wilayah seberang sungai.






Itulah beberapa fase Bukhara di masa lampau, negeri seberang sungai dengan peradaban tinggi sebagai pusat kajian ilmu agama, perdagangan, industri serta melahirkan tokoh-tokoh intelektual Islam. Negeri bekas jajahan Uni Soviet dengan nama negerinya berciri khas berakhiran “stan” kini menjadi wilayah yang miskin dan peradabannya hanyalah tinggal cerita dan sebuah sejarah yang menjadi sebuah kenangan.

Nahhh, selanjutnya insya Allah saya akan membahas Bukhara (part-2) di era-era berikutnya atau Bukhara modern. Terus ikuti tulisan saya. Wassalam......

1 Response to "MENGENAL KOTA BUKHARA, KOTA ASAL IMAM BUKHARI (Part.1)"