Info

MENGENAL KOTA BUKHARA, KOTA ASAL IMAM BUKHARI (Part.2)

MENGENAL KOTA BUKHARA
KOTA ASAL IMAM BUKHARI
SALAH SATU IMAM BESAR UMAT ISLAM
(Part.2)



FASE PERIODE UZBEK

Pada tahun 905 H, Bukhara berada dalam kekuasaan orang-orang Uzbek. Dengan dipimpin oleh dua amir dari kabilah Syaiban al-Uzbek yakni Ubaidullah bin Mahmud dan Abdullah bin Iskandar. Di bawah kepemimpinan dua amir tersebut, Bukhara kembali pada tradisinya yaitu menjadi pusat kajian ilmu, perkembangan politik dan budaya. Pada masa kepemimpinan dua kabilah berikutnya yakni al-Janiyah dan al-Ostrakhaniyah, Bukhara semakin berkembang.
Kemudian pada tahun 10 H/17-18 M, para pemimpin Uzbek menjalin hubungan dengan Kekaisaran Rusia. Orang-orang Asia Tengah atau Turkmenistan Timur mendapat julukan Orang Bukhara dari orang-orang Rusia, ini menunjukkan betapa masyhurnya kota Bukhara di negara berjuluk Beruang Merah itu.
Pada masa pemerintahan Khan Abdul Aziz yang memerintah pada tahun 1055-1091 H/1645-1680 M adalah akhir dari masa kejayaan dan keemasan Bukhara. Kemudian periode berikutnya adalah masa kemunduran dan perpecahan, dimana banyak para amir di Bukhara terpecah-pecah dalam wilayah kekuasaan yang kecil.


FASE PENJAJAHAN UNI SOVIET/RUSIA


Sebelum Uni Soviet/Rusia masuk dan menjajah Bukhara, pada tahun 1153 H/1740 M wilayah tersebut dikuasai oleh Nadir Syah, Raja dari Kerajaan Syiah Shafawi. Namun kekuasaan Shafawi atas Bukhara tidak berlangsung lama, dikarenakan sang Raja wafat dan Bukhara akhirnya merdeka dari pemerintahan Syiah Shafawi. Pasca wafatnya Nadir Syah dan merdekanya Bukhara, muncul keluarga al-Manikitiya. Dengan Muhammad Rahim diangkat sebagai Khan pada tahun 1170 H. Kemudian sang Khan mengembalikan kembali identitas Bukhara sebagai kota Islam dan menegakkan syariat.
Pada masa berikutnya dibawah pimpinan al-Amir Muzhaffaruddin Syah periode tahun 1277-1302 H/1885-1860 M, Uni Soviet mulai masuk dan mencengkeram negeri-negeri seberang sungai termasuk Bukhara. Hal itu juga yang memaksa sang pemimpin Bukhara waktu itu yakni al-Amir Muzhaffaruddin menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada mereka.
Pada akhir abad 19 M, Soviet membangun fasilitas modern di pinggiran wilayah Bukhara. Bahkan mereka menamai wilayah tersebut dengan nama Bukhara Modern.
Kemudian di tahun 1302-1328 H/1885-1910 H, Bukhara dipimpin oleh Abdul Ahad Khan. Di masa pemerintahannya, sektor perekonomian di Bukhara mengalami peningkatan secara pesat. Bukhara bertransformasi menjadi kota industri, produk-produk yang dihasilkan diantaranya besi, emas dan wol.
Hal ini menarik para investor untuk berinvestasi di Bukhara. Tidak itu saja, hal tersebut juga menarik para tenaga kerja dari Bukhara maupun dari luar Bukhara untuk mengadu nasib di sana. Abdul Ahad Khan tidak lupa menyumbangkan sebagian pendapatan kota Bukhara untuk pembangunan tanah suci Mekkah dan Madinah, itu dilakukan atas limpahan berkah yang menghampiri kota Bukhara.
Di bawah kepemimpinan Abdul Ahad Khan, Bukhara menjadi sebuah wilayah yang independen yang tetap memegang nilai-nilai Islam dan terus mempertahankannya sejak 1887 sampai 1920 M. Karena pengaruh dan dominasi Rusia di wilayah-wilayah tetangga mulai meresahkan Abdul Ahad Khan. Apalagi Uni Soviet dan Inggris telah berhasil memasuki wilayah Afghanistan.
Pemerintahan Abdul Ahad Khan diteruskan oleh putranya bernama Amir Alim Khan yang memerintah dari tahun 1340 H/1922 M. Namun di bawah pemerintahannya, Bukhara tak lebih baik. Malah membuat Uni Soviet berhasil berkuasa penuh atas Bukhara.
Hingga pada akhirnya Uni Soviet membagi-bagi wilayah Asia Tengah menjadi beberapa bagian menurut suku mereka masing-masing. Wilayah tersebut diantaranya ialah Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgizstan dan Turkmenistan. Inilah tabiat kolonialisme, membuat sekat-sekat dan garis rumpun yang sama.
Pemerintahan Komunis Soviet memberi kesan buruk bagi perkembangan Islam di Bukhara, mereka tidak segan melakukan kekerasan demi mencapai keinginannya yaitu mendoktrin seluruh masyarakat dan penduduk Bukhara untuk jauh dari nilai-nilai Islam. Bahkan para Komunis juga memaksa para muslimah untuk melepaskan jilbab-jilbab yang telah menjadi kebiasaan para wanita muslimah di Bukhara.
Puluhan ribu Masjid yang berada di Bukhara dan seluruh Uzbek ditutup paksa oleh pimpinan Komunis Soviet, Stalin. Hingga Uzbekistan mendapat kemerdekaannya, jumlah Masjid di Uzbekistan berjumlah tak sampai seratus Masjid. Miris!




FASE BUKHARA MODERN


Pada tanggal 31 Agustus 1991, Uzbekistan mendapatkan kemerdekaannya dari Uni Soviet/Rusia. Sejak saat itulah, bangsa Tajik yang mendiami Uzbek mulai mengurangi secara bertahap pengaruh Uni Soviet yang telah terlanjur melekat dalam masyarakat Uzbek. Sedikit demi sedikit nilai-nilai Islam kembali dibangkitkan, namun begitu kentalnya pengaruh Soviet membuat mereka telah lupa tentang Islam.
Dulu Asia tengah memiliki peradaban tinggi, pusat politik, pusat kajian ilmu-ilmu pengetahuan dan agama serta berkumpulnya para Ulama besar dan sastrawan. Apalagi berbicara tentang Bukhara, Uzbekistan, secara umum di masa kini sangat jauh berbeda dibanding masa kejayaan Bukhara dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Di zaman dahulu, Bahasa Arab, Turki dan Persia menggema dimana-mana. Puisi dan Karya Sastra bernilai seni tinggi diciptakan di sini. Kesusastraan menjadi kebanggaan.
Namun lain dulu lain sekarang. Di Uzbekistan bahasa Rusia adalah bahasa pemersatu alias bahasa nasional. Tradisi dan nilai-nilai Islam terputus dari sendi kehidupan masyarakat Uzbek setelah seabad lebih di bawah pemerintahan Komunis. Kewajiban seperti Shalat dan Puasa benar-benar telah dilupakan oleh masyarakat Uzbek, Adzan dan huruf-huruf Arab tak pernah terdengar dari mayoritas penduduk Uzbek yang mengaku Muslim ini. Orang Uzbek begitu kagum dan heran ketika ada seseorang yang menyapa dengan “Assalamu’alaikum”, karena selama ini sapaan yang terbiasa mereka dengar adalah “Halo”.
Di Bukhara atau umumnya di Uzbek, praktik Islam hanya dilakukan oleh beberapa orang saja atau kalangan tua di sana. Pengaruh Komunis benar-benar telah membuat cahaya Islam di negeri seberang sungai tersebut hampir tenggelam dan hilang dari nilai-nilai Islam yang selama berabad-abad dibangun dan dijaga oleh para pendiri peradaban di wilayah-wilayah Asia Tengah tersebut.
Rezim komunis dan sekuler, telah merubah karakter Islam di Uzbekistan. Madrasah bagi umat Islam digunakan sebagai menuntut ilmu tentang Islam, menjadi museum atau toko. Masjid disulap menjadi tempat wisata. Para generasi muda Uzbek asyik bergandengan tangan dan berpelukan menikmati arsitektur Islam.
Wanita-wanita Uzbek dan Tajik mengumbar aurat mereka dengan berpakaian trendi ala Barat, mengenakan rok mini, sepatu hak tinggi dan stoking tembus pandang. Benar-benar jauh dari nilai-nilai Islam.
Dan yang lebih menyesakkan adalah pembangunan sebuah diskotik bawah tanah yang berada tak jauh dari Masjid di Kota Bukhara. Diskotik tersebut milik salah satu anggota keluarga presiden Uzbek, Islam Karimov (namanya berbau Islam, tapi tidak menanamkan nilai-nilai Islam. Miris!).
Melihat sejarahnya, Bukhara atau Uzbekistan adalah sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alamnya. Hasil bumi yang dihasilkan seperti Emas dan Besi adalah produk unggulan wilayah tersebut.
Namun keberkahan dan hasil sumber daya alam yang melimpah hilang karena sedikitnya rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, Allah turunkan musibah dengan penguasa-penguasa yang buruk penuh dosa yang mereka buat. Yang pada akhirnya membuat keadaan mereka semakin buruk dengan banyaknya akhlak-akhlak masyarakatnya yang begitu rendah!




Peninggalan Islam di Bukhara

Mesjid Menara Kaylan

Berbicara tentang situs peninggalan Islam di kota Bukhara, sangatlah banyak dan tentunya penuh sejarah. Namun situs tersebut banyak yang dihancurkan oleh penjajah Mongol dan Komunis Soviet saat menjajah Bukhara dan wilayah-wilayah Asia Tengah.Terdapat tak kurang lebih dari 140 situs sejarah Islam ada di sana. Diantara situs sejarah Islam di sana ialah: Masjid Menara Kalon atau Masjid Kaylan. Masjid tersebut dibangun pada tahun 1121 M oleh Arslan Khan.
Akan tetapi saat 30.000 Pasukan Tartar pimpinan Jengis Khan menyerang Bukhara, Masjid tersebut dibakar dan hanya menyisakan menaranya yang tetap utuh. Penduduk di sana dibantai, mereka dipegggal hingga kepala mereka membentuk piramida. Namun anehnya saat di depan Menara Kalon, Jengis Khan terpukau dengan bangunan tersebut. Atas penghormatannya terhadap kemegahan menara tersebut, ia membiarkan menara Kalon tetap utuh dan tegak berdiri.
Pasca pasukan Mongol membumi hanguskan Bukhara, semua unsur di Bukhara dibangun kembali termasuk Masjid Kalon. Saat masjid Kalon dibangun tidak dengan menaranya, karena Jengis Khan tetap membiarkan bangunan tersebut tetap tegak berdiri. Sehingga nampak perbedaan umur antara Masjid dan Menaranya. Menara Kalon yang telah berusia 1000 tahun, sedangkan Masjidnya baru berusia 500-an tahun.
Selain Masjid dan Menara Kalon, ada situs bangunan sejarah di Bukhara yang tak kalah bernilai sejarah yang panjang. Bangunan tersebut adalah Kubah Samani, kubah tersebut dibangun di tahun 892 M oleh Ismail nin Ahmad as-Samani pada masa pemerintahan Daulah Samaniyah.
Selain itu bangunan sejarah lain di Bukhara adalah Gerbang Selatan di salah satu Masjid Bukhara yang dibangun oleh orang-orang al-Qarakhani pada abad ke-6 H, Masjid Namazkah yang dibangun pada abad ke-6 H, Masjid Biland yang dibangun pada abad ke-16 M.


PARA ULAMA DAN TOKOH BUKHARA
Dalam sejarahnya, Bukhara telah menjadi kota pusat studi dan kajian Islam. Di kota ini telah banyak melahirkan Ulama dan Tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam. Diantara tokoh-tokoh masyhur di kalangan Ulama adalah Ishaq bin Rahawih dan tentunya Imam al-Bukhari. Sedangkan tokoh sejarah secara umum, seorang ilmuwan terkenal Abu Ali al-Husein bin Abdullah bin Sina atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Sina. Beliau lahir dari zaman peradaban Bukhara.
Di wilayah lain di Uzbekistan tepatnya di daerah Khawarizm, ada seorang ilmuan Matematika yang bernama Abu Abdullah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Nama al-Khawarizmi dalam bahasa latin dikenal dengan nama Algoritma.

Abu Ali Al-Husein bin Abdullah bin Sina atau Ibnu Sina

Abu Abdullah Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi



PELAJARAN DARI KISAH BUKHARA
1.       Masuknya Islam ke suatu daerah, sangat berdampak besar terhadap kemajuan wilayah tersebut.
2.       Ketika Islam yang murni diterapkan dan sesuai syariat, maka akan membawa keberkahan kepada penduduk dan daerahnya.
3.       Komunisme memang sangat buruk pengaruhnya terhadap Islam dan kaum muslimin, bahkan lebih buruk dari demokrasi liberal.
4.       Umat Islam wajib bersyukur dengan nikmat Islam; mengimaninya dengan hati, mendakwahkannya, dan menerapkannya dalam amalan. Ketika mereka kufur, maka Allah ganti kemuliaan mereka dengan kehinaan dan keterpurukan.

5.       Umat Islam hendaknya mengambil pelajaran dari sejarah mereka. Berpegang teguh dengan Islam bukanlah kemunduran. Justru jauh dari Islam-lah yang akan mendatangkan kemunduran.

0 Response to "MENGENAL KOTA BUKHARA, KOTA ASAL IMAM BUKHARI (Part.2)"

Post a Comment